Kolom

BERORGANISASI DENGAN BAIK DAN BENAR

(PENGALAMAN MENGELOLA DAN DILIBATKAN DALAM ORGANISASI PROFESI DAN PELAKU USAHA/UMKM)

Sebaiknya memang ditumbuhkan, dan bukan dibentuk, demikian penjelasan seorang guru dan sekaligus ahli penyuluhan pertanian beberapa tahun lampau terkait dengan pendirian organisasi atau kelembagaan petani yg dikenal dengan nama Kelompok Tani (POKTAN). Berhimpun dalam suatu organisasi termasuk organisasi petani adalah manifestasi dari fitrah manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial yg membutuhkan membangun komunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Kendatipun sudah ada pedoman umum dalam pendirian kelembagaan petani, frasa menumbuhkan memang memberikan kesan mendorong aspek kesamaan kebutuhan yg muncul dari bawah (petani) ketimbang frasa pembentukan yg menggambarkan adanya keinginan yg datang dari petugas pertanian selaku pendamping petani. Sesugguhnya ini hanya soal metoda atau pendekatan saja dalam pendirian kelembagaan petani sebelum ditetapkan atau dilegalkan menjadi Kelompok Tani (POKTAN). Sebagai kelambagaan berhimpunnya petani, Kelompok Tani (POKTAN) memiliki peran sebagai wadah belajar bersama dan kerjasama serta sebagai unit produksi dan unit ekonomi yg tentunya selaras atau sama dan sebangun dengan kegiatan-kegiatan dan tujuan yg ingin dicapai oleh petani. Sesuai tuntutan dan persyaratan fasilitasi dari pemerintah terutama terkait dengan bantuan sosial dan bantuan-bantuan yg lain, saat ini hampir sebagaian besar dari kelembagaan petani atau Kelompok Tani (POKTAN) di Indonesia telah berbadan hukum. Kelompok Tani (POKTAN) yg telah berhimpun dalam Gabungan Kelomppk Tani (GAPOKTAN) juga telah bertransformasi menjadi Lembaga Ekonomi Petani/LEP yg merupakan embriyo dalam pengembangan kawasan pembangunan pertanian yg berbasis pada korporasi petani.

Berbeda dengan organisasi formal yg jelas rujukan regulasi dan strukturnya, serta tidak sedang mempertentangkan pengertian dan ruang lingkup antara organisasi formal dan informal, kekuatan organisasi informal atau non formal seperti Kelompok Tani (POKTAN) adalah pada kesamaan kegiatan dan tujuan yg ingin dicapai bersama yakni bertani, berbisnis dan berkehidupan dengan lebih baik yg dicirikan dengan terwujudnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani sebagai pengurus dan anggota Kelompok Tani (POKTAN). Kesamaan usaha dan tujuan yg ingin dicapai oleh petani adalah yg mungkin menjadi pembeda antara kelembagaan informal Kelompok Tani (POKTAN) dengan suatu kerumunan, kumpulan dan gerombolan orang-orang yg mungkin akan melakukan unjuk rasa maupun kegiatan sejenisnya. Kohesivitas petani sebagai pengurus dan anggota Kelompok Tani (POKTAN) semakin kuat ketika merasakan secara nyata kemanfaatan berorganisasi dalam Kelompok Tani (POKTAN). Petani sebagai pengurus dan anggota Kelompok Tani (POKTAN), dengan sepenuh hati akan mencurahkan tenaga, pikiran dan kewajiban dalam memberikan dana untuk iuran dan lainnya dalam rangka menggerakan roda organisasi Kelompok Tani (POKTAN). Sikap sebaliknya bisa jadi akan diperlihatkan oleh petani ketika tidak merasakan kemanfaatan berorganisasi dalam kelembagaan Kelompok Tani (POKTAN).

Hal yg sama mungkin berlaku juga untuk organisasi profesi maupun pelaku usaha (UMKM) dengan beragam nama dan berbasis pada kesamaan kegiatan dan tujuan yg ingin diwujudkan. Baik organisasi profesi maupun pelaku usaha sebagai organisasi informal selama ini memiliki kejelasan yg terkait dengan regulasi (ADART), struktur organisasi, kebijakan, nilai-nilai baik dari organisasi, program dan kegiatan yg terarah dan terukur untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi dalam durasi waktu jangka panjang, menengah dan tahunan yg dikemas dalam suatu road map atau peta jalan. Untuk menggerakkan roda organisasi, selain ketersedian sumberdaya manusia yg memiliki kompetensi memadai dibidangnya, juga ketersediaan sumberdaya dana yg berasal dari usaha-usaha yg bersifat komersial, iuran dari pengurus dan anggota serta sumber-sumber pendanaan lain yg tidak mengikat. Dari pengalaman mengelola dan terlibat dalam kepengurusan di berbagai organisasi profesi dan pelaku usaha (UMKM), penghimpunan sumber pendanaan organisasi yg berasal dari pengurus dan anggota, akan berjalan sebagaimana yg diharapkan manakala pengurus dan anggota merasakan secara nyata kemanfaatan berorganisasi seperti meningkatnya kompetensi SDM dari semula tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak terampil menjadi terampil, terfasilitasinya kemudahan dalam akses modal usaha, teknologi, penyediaan bahan baku, promosi dan pasar baik domestik maupun global. Selain itu, keterbukaan, ketertiban dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan menjadi indikator yg terkait dengan lancar dan tidaknya dalam penggalian sumber-sumber pendanaan organisasi terutama yg berasal dari pengurus, anggota dan para pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, tidak jarang untuk menduduki pucuk pimpinan atau ketua suatu organisasi profesi dan pelaku usaha (UMKM) tuntutan kualifikasi memiliki kemampuan dibidangnya dan akses yg luas pada pihak terkait dianggap belum cukup, harus disertai dengan kepemilikan kemampuan finansial yg kuat, karena seringkali ketua suatu organisasi profesi atau pelaku usaha (UMKM) harus berani mengambil inisiatip dan berkoban untuk “nomboki” atau “menalangi” dulu keperluan keuangan agar roda organisasi bisa bergerak untuk mencapai tujuan dan sasaran yg telah ditetapkan. Pendek kata, untuk menjalankan organisasi informal seperti organisasi profesi dan pelaku usaha (UMKM) dengan baik dan benar, selain rujukan regulasi, program dan kegiatan yg telah dirumuskan dan disepakati bersama, perlu dukungan sumberdaya manusia dan sumber pendanaan yg memadai untuk menggerakan roda organisasi sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yg telah ditetapkan.

(DIOLAH DARI BERBAGAI SUMBER PEMBERITAAN)

Asikin CHALIFAH

KASONGAN, Bantul, 2 Maret 2021

▪︎ Pembina Rumah Literasi (RULIT) WASKITA, Kedungtukang, BREBES.
▪︎ Ketua DPW PERHIPTANI DIY.
▪︎ SEKJEN DPP KOPITU (Komite UMKM Indonesia Bersatu).

Click Here
Back to top button