Pengelolaan Lahan Pasir Pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) – (Bagian Kedua)
(BAGIAN KEDUA)
Melalui perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi lahan dengan menerapkan teknologi ameliorasi maka lambat laun para petani di kawasan lahan pasir pantai selatan DIY mulai bertanam lebih intensif meskipun hasilnya belum optimal karena saat itu memang belum diketahui tanaman-tanaman unggulan yang mampu beradaptasi atau sesuai dengan zonasi agroekologi (ZAE) setempat. Penentuan jenis-jenis tanaman unggulan yang sesuai dengan kondisi ZAE lahan pasir pantai kelak menjadi tema kajian berikutnya setelah selesai dengan kajian perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi lahan. Penambahan bahan-bahan amelioran sebagai pembenah tanah terbukti dapat meningkatkan kesuburan lahan pasir pantai, termasuk efisiensi dalam penggunaan pupuk dan air untuk penyiraman tanaman serta kemampuan mencegah pelindian unsur hara dan bahan organik. Penggunaan bahan-bahan amelioran biasanya dilakukan dengan cara kombinasi antara ziolit dengan pupuk kandang atau tanah liat (lempung) dengan pupuk organik sesuai dengan takaran yg telah ditetapkan. Bahan-bahan amelioran sebagai pembenah tanah memiliki peran masing-masing dalam mendorong perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi lahan.
Untuk mengatasi kesulitan dalam penyediaan pupuk kandang yang dibutuhkan dalam jumlah besar maka di lokasi lahan pasir pantai dipelihara ternak besar (sapi) dalam kandang-kandang kelompok sehingga kotoran-kotoran sapi dapat dimanfaatkan untuk pupuk kandang. Mengingat keberadaan kandang-kandang kelompok yang jauh dari lokasi pemukiman peternak maka untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencurian terhadap sapi-sapi yang dipelihara di kandang-kandang kelompok dilakukan penjagaan (ronda) terutama pada malam hari yang dilakukan secara bergiliran. Sedangkan untuk mengatasi kebutuhan irigasi terutama pada musim kemarau dibuat sumur-sumur penampungan air dengan sistem renteng dengan jarak sekitar 10 meter dan masing-masing terhubung dengan pipa paralon. Sumber air untuk sumur renteng berasal dari sungai yang dibendung atau menaikkan air dalam tanah dan selanjutnya dialirkan pada bak-bak penampung (sumur) renteng yg telah dibuat di areal lahan pasir pantai. Pembuatan irigasi dengan sistem sumur renteng ini memang membutuhkan modal yang relatif besar, akan tetapi menjadi sebanding dengan usia ekonomis yang bisa mencapai hingga 30 tahunan.
“Pembuatan irigasi dengan sistem sumur renteng ini memang membutuhkan modal yang relatif besar, akan tetapi menjadi sebanding dengan usia ekonomis yang bisa mencapai hingga 30 tahunan”
Dengan sumur-sumur renteng yang dibangun di lahan pasir pantai sudah barang tentu akan memudahkan petani untuk melakukan penyiraman tanaman baik dengan menggunakan ember dan gayung maupun dengan menggunakan cerek besar (gembor). Irigasi dengan sistem sumur renteng yang dibangun di lahan pasir pantai ini bisa jadi pada saat itu hanya ada atau baru terdapat di DIY saja. Permasalahan yg kerap muncul dalam irigasi dengan sistem sumur renteng adalah tidak lancarnya aliran air karena terjadinya sumbatan-sumbatan lumut yang menempel pada pipa-pipa peralon. Permasalan ini dengan bantuan dari pihak asing yang sekaligus tertarik dengan irigasi sistem sumur renteng telah dapat diatasi dengan pemberian bahan kimia yang dapat meluruhkan lumut-lumut yang menempel pada pipa-pipa peralon. Seiring dengan kemajuan di bidang tata kelola irigasi terutama optimalisasi air dalam dan air permukaan tanah, saat ini para petani di beberapa tempat di lahan pasir pantai sudah tidak lagi menggunakan ember dan gayung maupun gembor dalam melakukan penyiraman tanaman karena penyiraman tanaman sudah dilakukan dengan menggunakan sistem sprinkler. (BERSAMBUNG).
KASONGAN, Bantul 8 Januari 2021
Asikin CHALIFAH.
▪︎ Pembina Rumah Literasi (RULIT) WASKITA.
▪︎ Ketua DPW PERHIPTANI DIY.
▪︎ Sekjem DPP KOPITU (Komite UMKM Indonesia Bersatu).